Dosen, Malaikat Masa Depanku
Terpujilah
wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sabagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
(Sartono)
Hasil diskusi dan
wawancara beberapa orang tentang potret dosen yang segelintir orang berbeda
anggapan namun satu tujuan yakni untuk perbaikan.
Dokumentasi Bersama Pak Nurhadi, PPL UNY 2013 |
Siapa seh yang tidak kenal mereka dengan
segala karakter dan sifat yang berlebih, bisa dikatakan orang yang memiliki
posisi power dibanding dengan manusia lain, ya dialah dosen yang kita kenal
saat ini. Banyak sekali pandangan dari berbagai sudut pandang mahasiswa tentang
yang namanya “DOSEN”. Dosen sama juga dengan yang namanya Guru, yakni seseorang
pendidik. Nama yang selalu dipuji-puji sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”.
Banyak ragam sudut pandang tentang dosen.
Salah satunya adalah ada mahasiswa yang megatakan dosen ataupun guru itu adalah
orang yang senantiasa harus kita patuhi dan kita contoh. Mungkin banyak
mahasiswa ataupun masyarakat ber alasan seperti itu yakni merujuk pada filosofi
jawa yang mengatakan bahwa Dosen ataupun Guru adalah di gugu lan di
tiru, yang artinya bahwasanya Guru itu adalah seseorang yang seharusnya
menjadi panutan dan contoh teladan yang baik untuk muridnya, dan adapula yang
tidak kalah hebatnya mengatakan bahwa guru itu “wagu tur saru”, yakni merujuk
pada konotasi guru yang buruk yang tidak dapat dicontoh ataupun diteladani. Hal
ini sama dengan yang ada dalam peribahasa yang mengatakan “jika guru kencing
berdiri maka murid kencing berlari”, yakni guru telah menjadi panutan, apa yang
dia ajarkan pasti akan ditiru oleh muridnya, bahkan lebih dari apa yang telah
diajarkan ataupun di contohkan.
Di era demokrasi dan tentunya sistem
pendidikan yang lebih kompleks saat ini, tentunya model pengajaran yang
diberikan oleh guru maupun dosen saat ini sudah tak berlaku lagi, apalagi untuk
kaum intelektual dan kritis, yakni mahasiswa. Kebenaran yang di katakan
seorang pendidik “guru atapun dosen” bukanah sepenuhnya benar, salah satu dosen
pernah mengatakan dalam perkuliahan bahwa ilmu itu berkembang karena ketidak
percayaan. Dimana seorang mahasiswa wajib tidak percaya apa yang dikatakan
dosen. Dengan begitu pikiran kita akan berkembang, ketidak percayaan akan
menyebabkan suatu keingintahuan yang berlebih, sehingga ilmu akan kita dapat
dan tentunya akan berkembang. “pertanyaannya? Perkataan dosen itu juga perlu
diikuti juga apa tidak ya?.
Permasalahan lainya masih banyak pendidik
kita yang anti kritik, maunya menang sendiri, benar sendiri,dan tak jarang pula
mereka di ibaratnya telah menelan ludah sendiri. Se hok gie, seorang aktivis
pernah mengatakan bahwa “Guru yang tak
tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar.
Dan murid bukan kerbau”.
Dari situ teringat sebuah
kejadian yang sangat lucu menurut saya dan mungkin untuk dosen hal ini sangat
menyakitkan baginya. Hal ini dimulai pada saat berlangsung disebuah perkuliahan
yang berjalan kondusif seperti biasa. Dosen berkicau, ceramah didepan
mahasiswa, sedangkan mahasiswa seperti terlelap dan terlena dalam sebuah alunan
nada-nada celoteh dosen seperti mendengarkan radio ataupun lagu pengantar tidur
malam.
Dalam ceramah, dosen
banyak sekali menyinggung penampilan seseorang. Yah biasa, kampus kita lagi hot
yang namanya pendidikan karakter, jadi apa pun sedikit sedikit baik tentang
penampilan, tingkah laku pasti merujukknya “mahasiswa yang tidak berkarakter”.
Label yang menurut saya dan beberapa kawan saya sangat kurang setuju, alasanya
jelas apakah karakter seseorang yang ibaratnya sudah mendarah daging dewasa ini
bisa dirubah? Meskipun bisa hal itu kemungkinan relatif sulit dan lama. Lebih
buruknya lagi, kenapa label karakter selalu dikaitkan dengan kesesuian diri
pribadi dosen dengan mahasiswa, contohnya seperti ini, mahasasiswa berkarater
adalah seperti ini blab la bla dan bla blab la, jadi ketika dosen lain juga
mengatakan definisi sendiri terkait pendidikan karakter mahasiswa adalah bla
–bla bla juga jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter itu adalah
kemauan sifat dosen itu sendiri.
Bukan itu yang kita bahas
she, namun kembali lagi pada permasalahn perkuliahan tadi, dosen masih
memberikan ceramahnya didepan mahasiswa tentang karakter bangsa ndonesia
sekarang ini, padahal dosen tersebut bukan sedang mengajar matakulaih
pendidikan karakter tetapi matakuliah lain. “ya biarin aja maunya dosen gimana“
kata teman saya.
Melihat foto yang terpampang di laptop dan juga tersorot di LCD, foto itu mejadi perhatian kita bersama di perkuliahan yang berujung pada diskusi kecil tentang karakter bangsa. Sambil menunjuk ke saya seraya berkata blab la bla yang dapat disimpulkan bahwa rambut, baju, celana sampai sepatu kurang lebih baik dan tidak mencerminkan karakter.
Sindiran seh, emang. Tapi
emang gue pikirin? Tetep seh masih kepikiran sampai saat ini, dimana dosen
mengatakan kondisi luar negeri tidaklah sebaik di dalam negeri kita. “Indonesia
yang telah mendidik masyarakatnya pendidikan karakter tapi nyatanya tidak
berkarakter, beda halnya dengan luar negeri yang pendidikan nya tidak
mengajarkan pendidikan karakter tapi nyatanya tertanam karakter yang kuat” kata
dosen sambil menatap saya.
“waw, amazing sir”
kataku dalam hati. Lebih lanjut lagi semnagat 45 masih menerangin soal
perbandingan luarnegeri dan dalam negeri, beliau mengatakan “kalau di
luarnegeri, klakson kendaraan tidak pernah digunakan kalau tidak perlu”, ya
iyalah pak, emang kalau digunakan terus emang pengendara lain mau ndengerin
sampai tuli? Kataku sambil senyum senyum dalam hati.
Detik demi detik berlalu,
menit berlalu, hingga sampai dosen mengatakan blab la blab la lagi..
Bosen seh diceramahin
kayak gitu,…langsung deh saya angkat tangan dan mengatakan kepadanya “pak,
mohon maaf ya, bukannya saya lantang atau gimana?, bapak tau tidak fungsi meja
itu apa? Dan tentunya mengajar dengan duduk diatas meja itu pendidikan yang
berkarakter tidak?”…. Pleketup pleketup..bingung dia mau jawab apa…
Ya begitulah sedikit
curahan hati, memang benar apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang pendidik,
yakni mengajarkan bukan hanya sekedar ucapan nya saja yang besar, namun
haruslah dilakaukan dengan perbuatan yang nyata. Sesungguhnya murid itu akan
lebih mengingat perilaku ataupun perbuatan seorang pendidik dibanding teori
yang diberikan.
Jadi masihkan kalian
percaya kan kebenaran yang diberikan dosen, kataku “jangan”. Carilah kebenaran
yang sejati, karena kau akan menemukan proses pembelajaran dalam hidup anda.
Karena sesungguhnya kita tidak tuli, buta maupun bisa.
Apapun dia sebenernya,
dia adalah sahabat saya, dia adalah keluarga saya dan tentunya dia adalah
malaikat masa depan saya. Terimakasih atas ilmu yang telah diberikan semoga
menjadi amal jariah untuk anda maupun saya dan tentunya semoga bisa menjadi
ilmu yang bermanfaat bagi saya, Negara dan bangsa untuk yang lebih baik.
Terimakasih buat DOSEN. Karena akan tetap kupanggl dia “malaikat masa
depanku”. Tetap Kupanggil Dia “Malaikat Masa Depan”
Yogyakarta, 7 Mei 2012
Mahasiswa Pendidikan Geografi
Kadept. Media dan Jaringan BEM FIS UNY
2012
Post a Comment for "Dosen, Malaikat Masa Depanku"
Post a Comment
Jangan lupa tinggalkan pesan di kolom komentar.