Sekilas Gunung Merapi dan Keterkaitan Filosofisnya dalam Budaya Kraton Jogja

Sekilas Gunung Merapi dan Keterkaitan Filosofisnya dalam Budaya Kraton Jogja

Awal sebenarnya seh saya ingin berbicara tentang museum Gunung Merapi. Tapi, justru setelah baca-baca referensi malah tertarik dengan ulasan Gunung Merapi dan Kdekatannya dengan Kraton Jogja. Ya sudahlah, memang keberadaan museum Gunung Merapi tidak terlepas dari nama Gunung Api Merapi itu sendiri. 

Gunung merapi termasuk salah satu Gunung teraktif di dunia. Hal ini karena Gunung Merapi berada di jalur cincin api dunia (ring on fire). Di Pulau jawa, Gunung merapi termasuk gunung paling muda usianya dengan puncak tertinggi sekitar 2.930 meter di atas permukaan air laut. 

Secara administratif, Gunung Merapi terbagi ke dalam beberapa wilayah. Gunung Merapi pada sisi lereng selatan termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sisi lainnya, yakni sisi lereng barat masuk wilayah Kabupaten Magelang dan sisi sebelah utara-timur masuk wilayah Kabupaten Boyolali, serta di bagian sisi tenggara masuk wilayah kabupaten Klaten. 

Berdasarkan catatan sejarah, Gunung Merapi pernah mengalami letusan atau erupsi berkali-kali sejak sebelum Indonesia merdeka dari tahun 1006, 1786, 1822, 1872, hingga 1930. Setelah itu, Gunung Merapi juga kembali mengalami erupsi atau meletus tahun 1969, 1994, 2006, dan 2010. Peristiwa kejadian letusan Gunung Merapi tahun 1006 diperkirakan telah menyebabkan seluruh bagian tengah di Pulau Jawa terselimuti awan tebal abu vulkanik. Bahkan, Kerajaan Medang atau Mataram Kuno sempat berpindah tempat kratonnya ke lokasi yang lebih aman ke wilayah Jawa Timur. 
Sekilas Gunung Merapi dan Keterkaitan Filosofisnya dalam Budaya Kraton Jogja
Peristiwa letusan Gunung Merapi yang terbaru dan tidak kalah penting untuk disimak adalah kejadian erupsi tahun 2010. Peristiwa tersebut disinyalir memiliki tingkat keparahan yang hampir menyerupai kejadian pada tahun 1930. Hal ini ditinjau dari karena banyaknya korban yang berjatuhan. 

Gunung Merapi memiliki tipe lutusan yang bersifat ekplosif dengan disertai suara ledakan keras dan gemuruh dari puncak kawah. Suara-suara yang berbunyi tersebut bahkan dapat terdengar hingga radius 20 km sampai 30 km. 

Sisi ektrem yang terkenal dengan letusan Gunung Merapi adalah kemunculan awan panas tebal. Oleh masyarakat luas, sering dikenal dengan subutan nama Wedhus Gembel atau Bahasa ilmiahnya “Nuee Ardente”. Nama wedhus gembel disandingkan dengan kemunculan awan panas karena bentuknya yang menyerupai bulu-bulu kambing yang gimbal. Penyerupaan bentuk tersebut memilki filosofis pada sosok wujud yang menakutkan dan memiliki kekuatan yang mematikan. 

Bahkan, kemunculan Wedhus Gembel setinggi 1,5 km pada tanggal 26 Oktober 2010 yang meluncur dari atas lereng Gunung merapi menyebabkan tokoh bernama Mbah Maridjan sang juru kunci Gunung Merapi meninggal dunia dalam posisi keadaan bersujud. Pada saat ditemukan tidak lagi bernyawa, beliau tengah berada di dalam kediamannya yang terletak di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Sleman. Saat ini, di sekitar kediaman rumah Mbah Maridjan telah dijadikan sebagai obyek wisata baru di Jogja, yakni wahana merapi Lava Tour dan Museum Mini Sisa Hartaku. Tujuannya sebagai pertanda dan pengingat bahwa di tempat ini pernah terjadi peristiwa penting yang patut menjadi renungan dan perbaikan dalam hidup.

Meskipun sering disebut dengan istilah Wedhus gembel, sebelum meninggal Mbah Maridjan sering berpesan agar tidak ada lagi yang menyebut awan panas Gunung Merapi dengan sebutan Wedhus Gembel. Hal ini dikarenakan, awan panas yang turun tersebut diyakini memiliki pengawal dan penunggunya. Oleh sebab itulah ada satu pantangan bagi para pengunjung ke Gunung Merapi agar tidak mengucapkan kata-kata kotor, apalagi sebutan dengan perumpamaan nama hewan. 

Bagi kepecayaan adat Jawa, khususnya dari Kraton Yogyakarta, keberadaan Gunung Merapi selain dianggap sebagai sebuah fenomena alam juga diyakini sebagai simbol dengan kekuatan magis. Kayakinan ini sebagai syarat lahirnya kekuasaan wilayah Kraton Ngayogyokarto hadiningrat yang sejajar dalam satu kesatuan garis lurus imajiner poros makro kosmis atau sumbu kehidupan antara Gunung Merapi, Kraton Jogja dan Laut Selatan Pantai Parangtritis. 

Bagi Kraton Jogja, keberadaan gunung dan laut dimaknai memiliki peran arti penting atas dasar pertimbangan sebagai simbol keselarasan dan keharmonisan. Kraton Jogja merupakan simbol titik penting yang berada diantara titik api (Gunung merapi) dan titik air (Laut Selatan Pantai Parangtritis). Selain itu, filosofis yang melambangkan Gunung Merapi diartikan sebagai cerminan hubungan ke atas atau vertikal antara sang pencipta dan manusia, sedangkan perlambang pantai selatan mencerminkan hubungan sejajar atau horizontal antar sesama manusia. 

Sebagai bentuk penghormatan kepada sang Merapi, Kraton Mataram atau Kraton Jogja sering mengadakan upacara adat berupa Labuhan Merapi. Ritual Labuhan Merapi merupakan prosesi adat yang dilakukan di sekitar lereng Gunung Merapi sebagai perwujudan do’a dan persembahan kepada sang pencipta agar masyarakat senantiasa diberikan keselataman dan kemakmuran.

Selain tradisi Labuhan Merapai, terdapat kegiatan adat lainnya seperti sedekah gunung, selamatan ternak, selamatan selasa kliwon, dan jum’at kliwon, selamat mencari orang hilang, selamatan orang kesurupan, selamatan sekul bali, selamatan mengambil jenasah, selamatan untuk menghadapi bahaya merapi dan selamatan lainnya. Bagi wisatawan yang hendak berlibur ke wisata Taman kaliurang dan sekitarnya dapat menyesuaikan jadwalnya agar dapat menyaksikkan upacara tersebut. Menarikkan bisa berlibur sekaligus belajar adat istiadat warisan turun temurun yang masih dipegang teguh kearifan lokalnya oleh masyarakat lereng Gunung Merapi. 

Ahmad Syaiful Hidayat
10 Februari 2018

ORDER VIA CHAT

Product : Sekilas Gunung Merapi dan Keterkaitan Filosofisnya dalam Budaya Kraton Jogja

Price :

https://ipungberjuang.blogspot.com/2018/02/sekilas-gunung-merapi-dan-keterkaitan.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Discussion